Langsung ke konten utama

B-A310170135-AMIRUL INDRA BUANA AKBAR-PROFESI JURNALISTIK




Pandemi Wabah Virus Corona Di Kota Sragen

Baru –baru ini kota Sragen tempat dimana aku tinggal  sedang gempar  ,hal ini dikarenakan adanya dua warga dari kota Sragen yang terindikasi positif Virus Corona oleh karena itu pemerintah dikotaku  menganggap ini adalah KLB ( Kejadian luar biasa) korban yang terindikasi Covid 19 langsung di isolasi  tak luput dari itu keluarga dan kerabat korban juga di isolasi guna mengurangi penyebaran covid 19,dan daerah tempat korban berada yaitu Mojo dan Kedugupit menjadi Zona merah,atau masih terindikasi lain korban selanjutnya dari korban sebelumya
Corona sendiri adalah sebuah keluarga virus yang ditemukan pada manusia dan hewan. Sebagian virusnya dapat mengingeksi manusia serta menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari penyakit umum seperti flu, hingga penyakit-penyakit yang lebih fatal, seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Seringkali virus ini menyebar antara manusia ke manusia melalui tetesan cairan dari mulut dan hidung saat orang yang terinfeksi sedang batuk atau bersin, mirip dengan cara penularan penyakit flu. Tetes cairan dari mulut dan hidung pasien tersebut bisa jatuh dan tertinggal pada mulut dan hidung orang lain yang berada di dekatnya, bahkan dihisap dan terserap ke dalam paru-paru orang tersebut melalui hidungnya.
Kata lockdown akhir-akhir ini sering digaungkan, terutama di media sosial. Banyak orang mendesak pemerintah Indonesia untuk menerapkan kebijakan serupa negara-negara lainnya yang juga terdampak pandemi COVID-19. Namun tahukah Anda, apa sebenarnya lockdown?Lockdown, secara harafiah artinya dikunci. Jika istilah ini digunakan pada masa pandemi penyakit seperti sekarang, lockdown bisa diartikan sebagai penutupan akses masuk maupun keluar suatu daerah yang terdampak.
Karena mudahnya penyebaran virus ini maka warga di desaku desa Puro tepatnya tanggal 13 april 2020 mulai menerapkan sistem lockdown,yang mana akses jalan menuju desa puro ditutup kecuali pintu utama yang dijaga oleh para warga dan pemuda karangtaruna termasuk aku,jadi setiap warga dari luar desa puro wajib menunjukan KTP guna mengenali identitas serta tujuan mau ke desa Puro dan warga didesaku wajib menggunakan masker apabila berpergian diluar desa Puro.Sistem Lockdown ini sudah dirapatkan sebelumnya oleh masing masing Rt dari mulai kapan hingga sampai masa berakhirnya..Penjagaan Lockdown di desaku dimulai pukul 07:00 pagi- 18:00  (untuk karang taruna) dan 19:00-04:00 (bapak –bapak warga desa puro) suapaya memberikan rasa aman kepada warga khususnya warga desa  Puro,Lockdown didesaku ini dilakukan menggunakan alat seadanya yaitu berupa kayu dan kertas karton besar yang bertuliskan LOCKDOWN,tak hanya itu untuk memberikan semangat kepada para penjaga ,para penjaga tersebut dibayar serta diberikan rokok .







Suasana malam hari di post penjagaan desa Puro








Sistem Lockdown ini ampuh menahan laju penyebaran virus Covid 19 . Sebab dengan lockdown, masyarakat mau tidak mau harus berdiam diri di rumah. Toko-toko tutup, kantor, sekolah, hingga pusat ibadah pun sama. Kebijakan ini membuat virus tidak bisa dengan mudah menempel dari satu orang ke orang lainnya. Lockdown didesa puro sendiri diperkirakan akan berakhir sampai akhir bulan April,warga didesaku mempunyai kebijakan apabila ada warganya yang sedang sakit maupun gejala Virus maka diwajibkan untuk pergi kerumah sakit apa bila tidak ada dana ,maka dapat menggunakan dana chas desa yang dapat diganti sewaktu-waktu ,dan dilarang berpergian jauh dari rumah sampai gejala yang ditimbulkan hilang atau sudah merasa sehat kembali.
Namun dibalik itu semua aku beranggapan bahwa sistem lockdown ini tidak efektif hal ini dikarenakan di balik kebijakan tersebut, juga muncul berbagai masalah baru, mulai dari sisi ekonomi hingga kesehatan. Dilansir dari NPR, Dr. Laura Hawryluck, profesor bidang kedokteran perawatan kritis dari University of Toronto, mengatakan bahwa banyak warga di Wuhan yang sebenarnya tidak sakit secara fisik, mengalami gangguan kecemasan yang parah, perasaan terisolasi dan stres sejak kebijakan lockdown dijalankan.
Laura menambahkan bawah stres yang dirasakan merupakan akumulasi dari rasa takut tertular penyakit, rasa takut menularkan ke orang terdekat, dan kecemasan soal penghasilan yang hilang tiba-tiba, karena mereka sudah tidak lagi bisa bekerja. Tanpa lockdown pun, pandemi virus corona sudah memicu masalah mental yang cukup serius. Penelitan lain yang dilakukan di Tiongkok menyebutkan bahwa penyebaran penyakit ini memicu naiknya angka berbagai masalah mental, terutama depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan panik.
Penelitian ini dilakukan pada 52.730 orang responden dari 36 Provinsi di Tiongkok. Selain itu, penelitan juga mengikutsertakan responden yang berasal dari Macau, Taiwan, dan Hongkong.
Dari total jumlah tersebut, responden yang berusia di bawah 18 tahun memiliki tingkat stres yang paling rendah. Para ahli mengemukakan, hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, tingkat penularan dan kematian akibat COVID-19 untuk rentang usia tersebut tergolong rendah. Kedua, minimnya paparan terhadap virus akibat kebijakan karantina dari negara.
Sementara itu, tingkat stres paling tinggi, tercatat pada responden berusia 18-30 tahun serta yang berusia di atas 60 tahun. Tahukah apa faktor utama orang berusia 18-30 tahun memiliki tingkat stres yang tinggi terkait corona? Menurut penelitan tersebut, hal ini disebabkan karena mereka secara mudah mendapatkan informasi mengenai penyakit ini dari media sosial, yang sifatnya mudah memicu stres.
Sementara itu pada orang berusia di atas 60 tahun, tingginya tingkat stres disebabkan oleh statistik penyakit yang menyebutkan bahwa lansia lah yang paling rentan tertular dan lebih berisiko mengalami keparahan kondisi, apabila tertular.
Selain dampak secara mental, kebijakan lockdown juga berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan setempat. Di Tiongkok, misalnya. Saat Provinsi Hubei mengalami lockdown, pemerintah setempat mengirim ribuan tenaga medis ke area tersebut untuk bisa menangani para pasien COVID-19 sebelum virus menyebar lebih jauh.Akibatnya, tenaga medis di daerah lain berkurang, dan menyebabkan perawatan di fasilitas kesehatan tidak bisa berjalan seefektif biasanya. Padahal kita tahu, COVID-19 bukanlah satu-satunya penyakit yang saat ini ada di dunia.
Kita semua tidak tahu kapan Pandemi Covid 19 ini berakhir tak hanya merusak kesehatan tapi virus ini juga merusak kerukunan antar masyarakat ,hal ini dikarenakan masyarakat terlalu takut dan khawatir terhadap virus ini,yang membuatnya tidak mau saling berinteraksi antar sesama bahkan bersalaman maupun bersentuhan,belum lagi korban karena virus ini korban bakal dikucilkan,dijauhi seakan-akan tahanan yang pulang dari penjara inilah yang membuat virus ini sangat berbahaya,karena menimbulkan keresahan, merusak hubungan sosialis antar sesama ,bahkan kematian.
Untuk itu saya sendiri menghimbau apabila ada kerabat korban yang sudah dinyatakan sembuh dari corona sebaiknya jangan dijauhi apalagi dikucilkan ,karena hal ini dapat membuat korban depresi bahkan hingga melakukan bunuh diri jika tidak terkontrol.
Ayo kita bersama melawan corona dengan tidak meninggalkan rasa kemanusiaan dan rasa sosial terhadap sesama !!



Komentar